15 Oktober 2008

Menguak Tabir Seleksi Calon KPU Simalungun

Ada tiga persyaratan mutlak yang harus dipenuhi para Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimuat dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 yakni memiliki integritas, profesionalitas dan akuntabilitas. Sepanjang ketiga persyaratan itu tidak dipenuhi maka akan sulit melahirkan sebuah pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Dan untuk bisa melahirkan para penyelenggara pemilu ideal di atas terutama menyongsong Pemilu 2009 mendatang, negara atau pemerintah mengawalinya dengan melahirkan perangkat penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan perangkatnya hingga ke daerah serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan perangkatnya hingga ke daerah.

Dalam tahapan melahirkan semua instrumen itu terutama KPU, pemerintah membentuk Tim Seleksi yang unsur-unsurnya diutus oleh Pemerintah, DPR dan KPU sebelumnya. Tim yang terdiri dari lima orang ini berasal dari kalangan akademisi, profesional dan masyarakat.

Hanya saja dalam merekrut Tim Seleksi, pemerintah, lembaga perwakilan rakyat dan KPU juga harus memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 dimana salah satu isinya menyebut Tim Seleksi harus memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir.

Karena memang idealnya untuk melahirkan personil penyelenggara pemilu, Tim Seleksi juga harus memenuhi persyaratan yang sudah diatur dalam undang-undang. Tidak mungkin misalnya, Tim Seleksi yang melanggar aturan atau cacat ketentuan atau tidak memiliki integritas dan pernah terdaftar sebagai anggota parpol lantas bisa melahirkan personil KPU yang memiliki integritas, profesionalitas dan akuntabilitas.

Apalagi sampai Tim Seleksi ternyata masuk dalam salah satu partai politik, hampir bisa dipastikan yang bersangkutan tidak akan mungkin bersikap obyektif dalam menilai dan menseleksi peserta yang ikut bertarung dalam merebut jabatan KPU. Karena sudah akan menilai berdasarkan unsur politis dan bukan lagi menyangkut integritas, profesionalitas atau akuntabilitas orang yang dinilai.

Proses Seleksi Calon KPU Simalungun Cacat ?

Saat ini sejumlah daerah di Sumatera Utara tengah menjalankan proses seleksi calon anggota KPUD, terutama untuk daerah yang masa tugas penyelenggara sebelumnya sudah akan berakhir. Tidak luput adalah Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2007, KPU Sumatera Utara selanjutnya membentuk Tim Seleksi di kota-kabupaten ini, seraya memperhatikan ketentuan dan persyaratan sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini.

Jika di Kota Pematangsiantar lima anggota Tim Seleksinya merupakan tunjukan langsung dari KPU Sumatera Utara, karena Pemko dan DPRD setempat yang seharusnya memiliki tiga jatah tidak mengutus orang ke Tim Seleksi, maka di Kabupaten Simalungun tiga orang merupakan utusan DPRD dan Pemkab setempat dan dua utusan KPU Sumatera Utara, meski orang-orang yang ditunjuk kesemuanya adalah penduduk Pematangsiantar yakni Ulung Napitu (Rektor USI) dan Rokiba Hasibuan (Kepala UISU Simalungun) dan keduanya ini utusan DPRD Simalungun, lalu Abdul Halim Lubis (Ketua MUI Simalungun) utusan Bupati serta Binaris Situmorang (Pengacara) dan Lasman Malau (Dosen) “diplot” oleh KPU Sumatera Utara.

Dalam perjalanan melakukan aktifitas seleksi, Tim Seleksi Calon Anggota KPU Simalungun belakangan mulai dipersoalkan banyak pihak dan kalangan. Banyak hal yang aneh dan janggal lahir dari tim ini.

Satu diantaranya, meski terbilang telat, itupun setelah tim ini menggelar rapat pleno menetapkan 10 besar pada pertengahan September, terungkap salah seorang anggota tim pernah menjadi calon legislatif (caleg) di Kabupaten Simalungun pada Pemilu 2004 lalu.

Banyak pihak kemudian mulai meragukan hasil kerja tim yang diduga sudah cacat aturan dan tidak mengindahkan ketentuan dalam UU Nomor 22 tahun 2007 dan juga dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2007 Pasal 7 Ayat 1 huruf (d) yang menyebut syarat menjadi anggota Tim Seleksi tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Meski tidak harus menyebut dan tunjuk-tunjuk nama, namun yang pasti jika hal itu benar, maka akan sangat disayangkan, disesalkan dan menyebalkan. Karena sebelum menjadi anggota Tim Seleksi, siapapun orangnya harus mengawali dengan mengisi beberapa formulir diantaranya Surat Pernyataan Tidak Pernah Menjadi Anggota Partai Politik. (Peraturan KPU No 13 Tahun 2007 Pasal 7 Ayat 2 huruf e).

Sekali lagi, jika itu benar, yakni ada salah seorang anggota Tim Seleksi sudah cacat aturan, maka pertanyaan berikutnya adalah : Apakah Tim Seleksi masih bisa dianggap legal dan apakah semua produknya itu juga bisa diterima secara legal?

Sulit menjawab itu, karena memang wewenang pembentukan Tim Seleksi ada di tangan KPU Sumatera Utara dan hanya lembaga ini yang berhak memberikan jawaban atas itu. Tetapi terlepas dari aturan legal formal menyangkut Tim Seleksi dan produknya, jika dianggap sudah cacat aturan, maka sangat ideal jika Tim Seleksi itu harus diganti dan semua produknya direvisi dan direposisi. Karena apapun ceritanya, untuk menghasilkan calon anggota KPU Simalungun yang memiliki integritas, profesionalitas dan akuntabilitas, maka Tim Seleksinya juga harus yang memiliki syarat-syarat yang sama. Seperti di awal tulisan ini, seorang anggota tim yang berasal dari partai politik, akan menilai berdasarkan unsur politis serta jauh dari muatan obyektif sebagaimana disebut aturan yang memayunginya.

Lalu yang lain juga, orang mulai menggugat-gugat kedekatan salah seorang anggota Tim Seleksi dengan seorang peserta seleksi. Disebut-sebut keduanya sama-sama kerja di salah satu BUMD di pemerintahan.

Orang lalu bertanya, jika keduanya dekat sebagai teman dan satu teman kerjaan, apakah posisi keduanya sebagai Anggota Tim Seleksi dan Peserta Seleksi, tidak juga akan menjadi teman dalam proses seleksi? Siapa bisa menjamin yang Si Anggota Tim akan bersikap obyektif terhadap Si Calon atau Peserta Seleksi yang adalah temannya? Siapa bisa menjamin Si Anggota Tim tidak akan membela tatkala Si Calon atau Peserta yang adalah teman kerjanya, disoroti masyarakat karena punya masalah kinerja buruk? Dan siapa bisa menjamin Si Anggota Tim akan berani memberikan nilai rendah terhadap Si Calon yang juga temannya kesana kemari?

Okelah, tidak ada aturan di KPU, yang melarang anggota Tim Seleksi tidak bisa dekat atau berteman dengan seorang Peserta Seleksi. Tapi, bisakah penilaian Si Anggota Tim Seleksi dipertanggungjawabkan akan benar-benar obyektif ? Dan satu lagi yang patut disimak, bahwa Si Anggota Tim Seleksi ini sangat diragukan akan bersikap adil dalam meloloskan calon.

Ada beberapa azas yang harus dipedomani para penyelenggara pemilu dalam UU No 22 Tahun 2007, sebut diantaranya jujur dan adil. Bisakah Si Peserta yang kelak lolos menjadi KPU itu bersikap jujur dan adil, sedangkan dia sendiri lahir dari proses yang tidak jujur dan adil? Termasuk soal berani berbohong menyebut tidak anggota partai politik ternyata adalah anggota partai politik?

Yang lain juga, pasca pleno penetapan 10 besar dari 20 besar, Tim Seleksi mulutnya seakan diperban. Mereka sangat tertutup. Dengan dalih melanggar aturan KPU, Tim Seleksi enggan dan ogah mengumumkan semua hasil penilaian tes ke publik. Aturan mana yang dilanggar, sulit dilacak karena memang itu tidak ada. Mereka barangkali lupa atau juga abai membaca, salah satu ketentuan dalam UU No 22 Tahun 2007 yakni pasal 13 ayat 1 menegaskan bahwa “Tim Seleksi Melaksanakan Tugasnya Secara Terbuka Dengan Melibatkan Partisipasi Masyarakat”. Lantas, jika sudah begini tertutupnya? Ada apa dengan Tim Seleksi dengan penetapan hasil 20 dan 10 besarnya? Jangan-jangan…ah rahasialah!

Dan terakhir, melihat banyaknya keanehan dan kejanggalan dalam proses seleksi Calon Anggota KPU Simalungun Periode 2008-2013 ini, orang bisa saja menyimpulkan jika proses seleksi di Kabupaten Simalungun diduga kuat cacat aturan, bahkan sangat terbuka kemungkinan cacat hukum! (*Penulis adalah Penduduk Simalungun)

DeleteReplyForwardMove...

Tidak ada komentar: