20 Maret 2010

Demo Wartawan Siantar Bebaskan Samsudin Harahap

*Wartawan Metro TV Diancam

Medan Bisnis-Siantar
Puluhan wartawan media cetak dan elektronik yang berasal dari berbagai daerah,
menggelar aksi menuntut pembebasan wartawan Harian Medan Bisnis, Samsudin Harahap, yang ditahan Polresta Siantar beberapa waktu lalu. Dalam setiap orasinya, para perwakilan wartawan yang tergabung dalam Front Pembebasan Wartawan (FPW) menyerukan Bebaskan Udin Siantar (Samsudin Harahap) !!!!

Aksi dilakukan di Kantor Walikota Siantar. Orasi dilakukan secara bergantian
oleh beberapa perwakilan wartawan diantaranya Andy Siahaan (Trans TV), Tigor Munthe (CAS FM), Bantors Sihombing (Sumatera Timur). FPW menilai penahanan Samsudin Harahap semenjak 22 Maret lalu merupakan praktik pembungkaman terhadap pers. ”Samsudin merupakan korban tindakan aparat yang ingin mengekang kebebasan pers,” seru Bantors Sihombing saat aksi di halaman Kantor Walikota Siantar,
Kamis Siang (13/4).

Selanjutnya, iringan wartawan yang menggelar aksi dengan membawa spanduk dan
poster itu dengan berjalan kaki menuju rumah dinas walikota di Jl MH Sitorus, Siantar.

Saat berjalan kaki menyusuri beberapa jalan protokol, tampak simpatik ditunjukkan warga yang melintas yakni sejenak memberhentikan kenderaannya lalu menerima selebaran berisi berita himbauan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang dibagikan para wartawan. Meski ada kegiatan pembagian selebaran itu tak serta merta mengganggu ketertiban lalu lintas, sehingga membuat petugas keamanan yang mengikuti aksi
bisa menjalankan tugas dengan nyaman.

Sesampai di halaman rumah dinas walikota Siantar, tepat di sekitar pemukulan
wartawan Medan Bisnis, Samsudin Harahap, orasi kembali dilakukan. Tampak penjagaan ketat di seputaran rumah dinas walikota di lakukan puluhan petugas dari Satpol PP Pemko Siantar dan juga dari kepolisian.

Perwakilan wartawan, Bantors Sihombing menjelaskan bahwa kejadian pemukulan
Terhadap Samsudin Harahap disaksikan oleh tiga wartawan yakni Fandho Girsang (Pena
Rakyat), Pandapotan Siallagan (Pos Metro) dan Leo Sihotang (Pos Metro). ”Anehnya, saat pemeriksaan di kepolisian, ketiga saksi rekan wartawan itu tidak pernah diperiksa, meski mereka menyatakan bersedia diperiksa,” ujarnya.

Fandho Girsang yang ikut dalam barisan demonstrasi mengungkapkan peristiwa yang
dilihatnya. Fandho mengungkapkan bahwa Samsudin Harahap lah yang dipukul oknum TNI terlebih dahulu. ”Namun sayang justru Samsudin yang diadukan melakukan penganiayaan terhadap oknum TNI yang disipilkan tersebut,” katanya sembari menunjukkan posisi tepat arena pemukulan.

Selanjutnya, para peserta aksi menaburkan bunga di tempat yang ditunjukkan
Fandho. Anehnya, salah seorang oknum , Ladong Simanjuntak, yang saat aksi sudah berada di pagar masuk rumah dinas walikota menyapu setiap bunga yang ditabur. Tak jelas alasan oknum itu membersihkan setiap tebaran bunga.

Aksi menabur bunga ini dipotret para wartawan. Namun kegiatan ini berusaha
dihalau Ladong Simanjuntak yang diduga suruhan walikota seperti dialami Darma Setiawan, kontributor Metro TV Siantar. Menurut Darma, Ladong sempat mengancamnya. ” Awas kau ambil gambarku ya,” ungkap Darma menirukan. Upaya ini diduga untuk memancing wartawan untuk melakukan kekerasan namun
tidak digubris wartawan yang berdemontrasi.
Selain melakukan aksi ke rumah dinas walikota, para wartawan menuju Kantor
Kejari Siantar menjenguk Samsudin Harahap yang ditahan di sana. Kemarin, berkas Samsudin memang sudah dilimpahkan Polresta Siantar ke Kejari Siantar dengan status tahanan jaksa di LP Siantar.

Sebelumnya, Samsudin ditahan Mapolresta Siantar atas pengaduan Edi Damanik,
petugas keamanan di rumah dinas walikota. Edi mengadukan Samsudin telah menganiaya dirinya pada Kamis 23 Maret 2006 lalu.###

Preman Serang Kantor Harian Siantar 24 Jam

Nama Ir RE Siahaan Disebut-sebut
Kekerasan terhadap pers semakin mengkhawatirkan di Kota Pematangsiantar. Setelah sejumlah pengaduan “kekerasan” terhadap pers di adukan ke polisi, Selasa (26/5), kantor surat kabar harian Siantar 24 Jam diserang segerombolan preman. Nama Ir RE Siahaan-pun disebut sebut.

Malam sekitar pukul 19.55 WIB, BS mendatangi kantor harian Siantar 24 Jam di Jalan Sriwijaya Kelurahan Melayu Kecamatan Siantar Utara Kota Pematangsiantar. Kehadiran BS, bukan untuk berbuat baik, melainkan mengintervensi kinerja kru harian Siantar 24 Jam.

BS merasa tidak senang dengan pemberitaan media lokal tersebut, karena selalu menyoroti kinerja Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat. Selanjutnya BS-pun sempat mempertanyakan hal yang membuat jurnalis di Siantar 24 Jam selalu mengkritisi Ir RE Siahaan.

Oleh Fandho Girsang, saat itu menjawab kalau wartawan Siantar 24 Jam selalu bekerja sesuai fakta yang ada dilapangan. Bukan karena unsur intervensi atau pesanan dari pihak pihak tertentu, seperti yang dituduhkan BS kepada Siantar 24 Jam. Selanjutnya, BS beradu argumentasi dengan Rencana Siregar, selaku kepala sirkulasi di Siantar 24 Jam.
Mendengar jawaban Rencana Siregar, BS merasa keberatan dan menghubungi teman temannya melalui ponselnya. Seketika, segerombolan massa panggilan BS-pun tiba di Jalan Sriwijaya dengan wajahnya yang sangar.

Melihat segerombolan temannya sudah berada di lokasi, BS-pun semakin arogan melakukan intervensi terhadap sejumlah kru Siantar 24 Jam, yang malam itu sedang mengurusi pemberitaan untuk hari ini. Karena merasa intervensinya tidak berhasil, BS-pun marah dan sempat memukul meja yang ada di kantor itu. Bahkan aksi saling kejar dengan Rencana Siregar-pun sempat terjadi.

Bahkan, sejumlah wartawan yang ada dikantor tersebut saat itu, tidak luput dari ancaman BS dan rekan premannya yang lain. Ditengah rasa takut sejumlah wartawan Siantar 24 Jam, membuat rasa takut semakin menghantui mereka. Saat itu BS mengancam akan membunuh wartawan Siantar 24 Jam. Hal itu mebuat dua wartawati yang ada menjadi trauma.

Tidak berapa lama kemudian, warga sekitar Jalan Sriwijaya-pun mengetahui ada keributan di kantor Siantar 24 Jam. Kehadiran warga itu, ternyata membuat ciut nyali segerombolan preman yang sedang menyerang itu. Preman preman itupun kabur meninggalkan kantor Siantar 24 Jam. Meski telah pergi, tetap saja aksi yang dilakukan BS dan sekitar 10 orang rekannya itu, membuat kebebasan pers di Kota Pematangsiantar menjadi sangat terancam.

Aksi menyerang kantor media itu, mendapat kecaman dan kutukan dari Tigor Munthe kordinator AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Persiapan Kota Pematangsiantar. Tigor meminta Polresta menangkap seluruh pelaku penyerangan kantor Siantar 24 Jam. Sebab, kekerasan pers bukan delik aduan, yang harus diadukan terlebih dahulu.

Kemudian, Tigor juga menduga, keberanian preman menyerang pers, tidak terlepas dari sikap kepolisian yang terkesan tidak tegas terhadap tersangka kekerasan pers. Dari sekian tersangka yang diadukan ke Polresta Pematangsiantar, sampai saat ini masih bebas berkeliaran.(Edwin Garingging)

Wartawan Dianiaya Satpol PP Sergai, PN Tebing Tinggi Didemo

Aksi demo wartawan di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi
TEBING TINGGI (EKSPOSnews) : Puluhan wartawan yang tergabung dalam Forum Solidaritas Wartawan (Forsowan) Sumut, Rabu (24/2) menggelar aksi damai ke Pengadilan Negeri (PN) Tebing Tinggi.

Aksi ini sebagai bentuk solidaritas atas kasus diadukannya Wartawan Medan Bisnis, yang bertugas di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) karena melakukan pengeoyokan terhadap 10 orang anggota Satuan Polisi Pamong Prjaa (Satpol) PP Kabupaten Serdang Bedagai.
Aksi ini diikuti perwakilan wartawan dari Medan, Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, karena sesuai jadwal direncanakan Rabu (24/2) agenda vonis di PN Tebing Tinggi.

Selain itu, hadir juga Pemred Medan Bisnis, Bersihar Lubis, Ketua AJI Medan, Rika Yoez, Ketua AJI Persiapan Siantar, Tigor Munthe, dan Ketua Perswakop Siantar, Samsudin Harahap. Kedatangan kuli tinta ini dengan membawa spanduk dan poster ke kantor PN Tebing Tinggi yang terletak di Jalan Merdeka nomor 2, dan dijaga puluhan polisi dari Polresta setempat lengkap dengan alat pemukul berupa tongkat.

Kordinator Lapangan (Korlap), Hendrik Hutabarat dalam orasinya mengatakan, budaya kolonial dan kesewenang-wenangan masih terjadi, meskipun Indonesia merdeka 65 tahun yang lalu. Bahkan, yang menjadi korban penganiayaan wartawan yang dalam aktivitasnya di lapangan dilindungi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut dia, awalnya Jhonny hendak wawancara dengan Kadis Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (PPKA) Serdang Bedagai, Agus Tripiyono di ruang kerjanya, tanggal 3 Agustus 2009. Namun, sebelum masuk, minta ijin ke Sekretaris Kadis dan dipersilahkan masuk ke dalam.

Saat akan masuk, Jhonny justru dihalangi oknum Satpol PP, Khairi dengan cara menarik tas ranselnya Akibatnya keduanya adu mulut dan Kadis PPKA keluar dari ruanganya dan meminta Jhonny masuk. Saat Jhonny selesai dan keluar dari ruangan Agus langsung dikeroyok Khairi dan anggota Satpol PP lainnya disaksikan Agus.

“Tindakan main hakim ini diduga digerakkan oleh pihak yang tidak senang terhadap tulisan Jhony yang mengkritisi sesuai UU Pers. Forsowan mengutuk kejadian ini, apalagi terjadi digedung pemerintah, namun bukan oknum Satpol PP yang dikenakan tindakan, justru Jhonny diadukan kepolisi dan dituntut empat bulan penjara,” ujarnya saat membacakan pernyataan sikap Forsowan Sumut.

Hendrik mengatakan, Forsowan menolak bentuk kriminalisasi terhadap pers dan membebaskan Jhony dari segala tuntutan di pengadilan, termasuk meminta aparat penegak hukum menghukum pelaku penganiayaan wartawan. Selain itu, Bupati dan Wakil Bupati Serdang Bedagai bertanggung jawab secara moral atas tindakan pengeyokan aparatnya terhadap Jhonny.

“Sepertinya ada diskriminasi, karena pengaduan Jhonny belum ada ditindaklanjuti, justru dilaporkan karena mengeroyok 10 orang anggota Satpol PP dan jelas ini tidak mungkin,” paparnya.

Hal senada disampaikan Samsudin Harahap perwakilan wartawan dari Pematangsiantar, karena menilai tidak masuk akal satu orang wartawan mengeroyok 10 anggota Satpol PP. Menurutnya, ini bentuk ketidak adilan terhadap pers, dan menegaskan wartawan bukan momok yang harus ditakuti. Sedangkan Jhonny mengaku pengaduan atas dirinya berkaitan dan secara substansi seperti jebakan.

“Saya tidak ada memukul, justru dikeroyok Satpol PP dan malah diadukan karena ada kesaksian dari Pemkab Serdang Bedagai," ujar pria bertubuh pendek ini.

Anehnya, meskipun aksi para wartawan ini berlangsung sampai selesai tidak satupun tampak wartawan dari Pemkab Serdang Bedagai ikut bergabung. Sebagai catatan, saat diadukan ke PN Tebing Tinggi, Jhonny dijerat pasal 170 tentang pengeroyokan, sedangkan dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menyinggung UU Pers. (jansen)

Polisi harus pahami tugas jurnalistik

WASPADA ONLINE

P. SIANTAR - Melihat sejumlah kekerasan yang selalu terulang dan penganiayaan sadis dialami wartawan Samsudin Harahap, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Persiapan Kota P. Siantar menyatakan Polresta harus memiliki kemauan dan keberanian menegakkan hukum dan khususnya UU No 40 tahun 1999.

Pernyataan itu disampaikan AJI Persiapan P. Siantar, dalam siaran persnya, pagi ini, ditandatangani ketua Tigor Munthe dan sekretaris, Gunawan Purba sehubungan aksi kekerasan kerap terjadi terhadap wartawan di P. Siantar.

Namun, sesal AJI Persiapan, tidak satu pun aksi yang bertentangan dengan hukum itu berhasil diselesaikan dengan baik dari lembaga penegak hukum di P. Siantar.

Belum hilang dari ingatan komunitas jurnalis di tingkatan lokal P. Siantar, meski pelaku sudah menyampaikan permohonan maafnya, namun tragedi penyerangan kantor suratkabar Siantar 24 Jam masih menyisakan trauma menyiksa batin insan pers, papar AJI Persiapan.

Dalam hitungan bulan, kekerasan terhadap wartawan kembali terulang dan malah perlakuan ala preman lebih sadis dialami Samsudin Harahap.

Terlepas dari penganiayaan terhadap Samsudin secara beramai-ramai atau tidak, namun yang pasti penyiksaan yang dilakukan oknum anggota OKP tergolong sadis dan tidak manusiawi.

Yang menambah perih perasaan, perlakuan sadis itu berlangsung di hadapan oknum ketua OKP itu dan di hadapan anggota DPRD,” sesal AJI Persiapan.

Saat ini, lanjut AJI Persiapan, penganiayaan terhadap Samsudin sudah dilaporkan secara resmi ke Polresta, namun AJI Persiapan tidak merasa yakin dengan kemampuan polisi menuntaskan kasus itu.

AJI Minta Penganiaya Wartawan Dihukum

12 March 2010
PEMATANGSIANTAR(SI) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pematangsiantar mendesak aparat hukum di daerah itu menindak pelaku penganiayaan terhadap wartawan.

Desakan itu disampaikan puluhan wartawan yang tergabung dalam AJI Kota Pematangsiantar saat berunjuk rasa di depan Polresta Pematangsiantar kemarin. Demo itu dipicu belum ditangkapnya pelaku penganiayaan terhadap Samsudin Harahap, wartawan salah satu surat kabar terbitan Medan,Medan Bisnis. Para wartawan yang datang membawa spanduk besar bertuliskan “Tangkap danTahanTersangka Penganiaya Wartawan,” dan “Stop Kekerasan terhadap Pers”menyesalkan masih bebasnya pelaku penganiayaan tersebut. Ketua AJI Persiapan Kota Pematangsiantar Tigor Munthe menyatakan, AJI mengecam keras masih maraknya aksi kekerasan yang dialami wartawan di Kota Pematangsiantar.

Mereka juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang belum menindak pelaku dengan sanksi hukum tegas. “Masih terus berlangsungnya tindak kekerasan terhadap wartawan merupakan dampak dari tidak profesionalnya aparat hukum menangani kasus-kasus kekerasan yang dihadapi para jurnalis.Sebab, kekerasan demi kekerasan terus dihadapi para jurnalis hingga saat ini,”paparnya. Dia mencontohkan kasus penganiayaan yang dialami wartawan Medan Bisnis Samsudin Harahap oleh oknum anggota organisasi kepemudaan (OKP) yang sudah berlangsung hampir tujuh bulan, tetapi hingga kini belum seluruhnya pelaku diproses hukum.

Ironisnya, meski dua pelaku yang sempat buron selama tujuh bulan sudah menyerahkan diri, justru tidak ditahan dan bebas berkeliaran. Selain kasus Samsudin, masih banyak kasus kekerasan yang dihadapi wartawan di Kota Pematangsiantar dan Simalungun yang hingga kini belum dituntaskan. Di antaranya kasus menghalang-halangi tugas wartawan oleh pejabat Pemko Pematangsiantar yang dialami kontributor Trans TV Andi Siahaan dan penganiayaan oleh sejumlah orang yang diduga oknum aparat penegak hukum terhadap mantan wartawan Siantar 24 Jam,Hendro Sinaga.

Wakapolresta Pematangsiantar Kompol ES Silalahi didampingi Kabag Bina Mitra yang juga perwira Humas AKP Muslim danKasat Samapta AKP Arjo saat menerima para wartawan menuturkan, mereka selama ini tidak pernah diskriminasi dalam memproses perkara. Dia pun berjanji akan mengusut tuntas kasus penganiayaan yang dialami Samsudin sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Percayalah polisi tidak melakukan diskriminasi dalam penanganan tindak pelanggaran hukum terhadap setiap warga negara, termasuk terhadap pelaku penganiayaan Samsudin Harahap tetap diproses hingga saat ini.Bila nanti polisi menyimpulkan pelakunya patut ditahan, akan kami tahan. Kami minta kawan-kawan wartawan bersabar dan menghormati proses hukum yang dilakukan polisi,”paparnya.

Sementara itu, Koordinator Aksi Jansen Siahaan didampingi Gunawan Purba menyatakan dukungannya atas upaya penegakan hukum yang dilakukan polisi terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap wartawan.Dengan begitu,diharapkan dapat memberikan efek jera sekaligus menghindari terulangnya kembali aksi-aksi kekerasan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalisnya. (ricky hutapea)

AJI Minta Penganiaya Wartawan Dihukum

12 March 2010

PEMATANGSIANTAR(SI) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pematangsiantar mendesak aparat hukum di daerah itu menindak pelaku penganiayaan terhadap wartawan.

Desakan itu disampaikan puluhan wartawan yang tergabung dalam AJI Kota Pematangsiantar saat berunjuk rasa di depan Polresta Pematangsiantar kemarin. Demo itu dipicu belum ditangkapnya pelaku penganiayaan terhadap Samsudin Harahap, wartawan salah satu surat kabar terbitan Medan,Medan Bisnis. Para wartawan yang datang membawa spanduk besar bertuliskan “Tangkap danTahanTersangka Penganiaya Wartawan,” dan “Stop Kekerasan terhadap Pers”menyesalkan masih bebasnya pelaku penganiayaan tersebut. Ketua AJI Persiapan Kota Pematangsiantar Tigor Munthe menyatakan, AJI mengecam keras masih maraknya aksi kekerasan yang dialami wartawan di Kota Pematangsiantar.

Mereka juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang belum menindak pelaku dengan sanksi hukum tegas. “Masih terus berlangsungnya tindak kekerasan terhadap wartawan merupakan dampak dari tidak profesionalnya aparat hukum menangani kasus-kasus kekerasan yang dihadapi para jurnalis.Sebab, kekerasan demi kekerasan terus dihadapi para jurnalis hingga saat ini,”paparnya. Dia mencontohkan kasus penganiayaan yang dialami wartawan Medan Bisnis Samsudin Harahap oleh oknum anggota organisasi kepemudaan (OKP) yang sudah berlangsung hampir tujuh bulan, tetapi hingga kini belum seluruhnya pelaku diproses hukum.

Ironisnya, meski dua pelaku yang sempat buron selama tujuh bulan sudah menyerahkan diri, justru tidak ditahan dan bebas berkeliaran. Selain kasus Samsudin, masih banyak kasus kekerasan yang dihadapi wartawan di Kota Pematangsiantar dan Simalungun yang hingga kini belum dituntaskan. Di antaranya kasus menghalang-halangi tugas wartawan oleh pejabat Pemko Pematangsiantar yang dialami kontributor Trans TV Andi Siahaan dan penganiayaan oleh sejumlah orang yang diduga oknum aparat penegak hukum terhadap mantan wartawan Siantar 24 Jam,Hendro Sinaga.

Wakapolresta Pematangsiantar Kompol ES Silalahi didampingi Kabag Bina Mitra yang juga perwira Humas AKP Muslim danKasat Samapta AKP Arjo saat menerima para wartawan menuturkan, mereka selama ini tidak pernah diskriminasi dalam memproses perkara. Dia pun berjanji akan mengusut tuntas kasus penganiayaan yang dialami Samsudin sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Percayalah polisi tidak melakukan diskriminasi dalam penanganan tindak pelanggaran hukum terhadap setiap warga negara, termasuk terhadap pelaku penganiayaan Samsudin Harahap tetap diproses hingga saat ini.Bila nanti polisi menyimpulkan pelakunya patut ditahan, akan kami tahan. Kami minta kawan-kawan wartawan bersabar dan menghormati proses hukum yang dilakukan polisi,”paparnya.

Sementara itu, Koordinator Aksi Jansen Siahaan didampingi Gunawan Purba menyatakan dukungannya atas upaya penegakan hukum yang dilakukan polisi terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap wartawan.Dengan begitu,diharapkan dapat memberikan efek jera sekaligus menghindari terulangnya kembali aksi-aksi kekerasan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalisnya. (ricky hutapea)

Wartawan Boikot Pelantikan Anggota DPRD Pematangsiantar

Written by M Gunawan Purba
Tuesday, 01 September 2009

Puluhan wartawan media cetak dan elektronik, memboikot acara pelantikan anggota DPRD Pematangsiantar periode 2009 - 2014, Senin (31/8). Aksi boikot dilakukan, terkait tindakan diskriminasi yang dilakukan Sekretariat Dewan.

Sejumlah wartawan dibuat kesal, akibat ulah panitia yang melarang wartawan melakukan liputan di gedung DPRD setempat. Malah, untuk memasuki areal perkantoran wakil rakyat itu saja, awalnya wartawan sudah tidak diperkenankan masuk, kecuali yang memiliki undangan resmi dari Sekretaris Dewan (Sekwan).

Begitu juga ketika insan pers hendak memasuki gedung dewan, kembali penghadangan dilakukan, jika tidak memiliki undangan atau bad yang disediakan panitia. Bahkan, untuk menghadang wartawan yang tidak memiliki undangan atau bad, panitia meminta bantuan aparat kepolisian dari Polresta Pematangsiantar dan Brimob Kompi II Detasemen B Pematangsiantar.

Melihat ulah dan tindakan panitia pelantikan seperti itu, puluhan wartawan melakukan aksi protes Kepada Kabag Umum Sekretariat Dewan, H Butar Butar. Sejumlah wartawan menyampaikan protes dan rasa kesalnya.

Protes juga disampaikan kepada Asisten I Sekretariat Pemko Pematangsiantar, Jonson Simanjuntak, yang mencoba menengahi aksi protes wartawan kepada pihak panitia.

Kontributor Metro TV Hendri Sihombing mengaku sangat kecewa dengan tindakan panitia yang membeda-bedakan keberadaan wartawan di Pematangsiantar. Seharusnya, panitia tidak perlu menerbitkan undangan untuk wartawan.

Karena sudah menjadi tugas seorang jurnalis untuk meliput, kemudian menyebarkan hasil liputannya kepada masyarakat melalui medianya masing masing. "Tidak perlulah wartawan itu diundang, karena memang sudah tugasnya untuk meliput," sebut Hendri Sihombing.

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Kota Pematangsiantar, Tigor Munthe mengutuk keras perlakuan diskriminasi yang dilakukan panitia pelantikan dewan terhadap wartawan.

Tindakan itu menunjukkan panitia yang merupakan pejabat dan pegawai di Sekretariat Dewan, tidak memahami tugas dan fungsi jurnalis, yang memiliki hak untuk memperoleh dan mengolah informasi. "Itu sama saja dengan betuk penghalangan terhadap tugas jurnalis," sebut Tigor Munthe.

Sedangkan Kabag Umum Sekretariat Dewan, H Butar Butar membantah dilakukan diskriminasi terhadap wartawan. Menurutnya, undangan hanya untuk sebagian wartawan dilakukan, mengingat ruangan pelantikan yang terbatas. "Tidak ada kita melakukan diskriminasi," sebut H Butar Butar.

Tangkap Para Pelaku, Stop Kekerasan Terhadap Pers

Saturday, 02 May 2009
Mengingat wartawan juga merupakan pekerja, yang juga artinya sebagai buruh, sehingga layak pulalah di hari buruh (May Day) kemarin, kalangan jurnalis bersuara.

Demikian dikatakan koordinator pembentukan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Pematangsiantar, Tigor Munthe, Jumat (1/5).

Dalam pandangan Tigor Munthe, ada sejumlah kekurangan yang dirasakan kalangan jurnalis di Kota Pematangsiantar dan di Kabupaten Simalungun.

Seperti upah yang diterima seorang wartawan belum dapat dikategorikan layak. Untuk itu, Munthe berharap perusahaan pers untuk memberikan upah yang layak kepada pekerja pers yang di dalamnya terdapat jurnalis.

Menyikapi persoalan hukum yang sedang berlangsung prosesnya di lembaga penegakan hukum Pematangsiantar, AJI Persiapan Kota Pematangsiantar mendesak Polresta untuk segera memproses sejumlah pengaduan wartawan.

Seperti pengaduan wartawan (kontributor) Trans TV Andi Siahaan terhadap Julham Situmorang, Kabag Humas Sekretariat Pemko Pematangsiantar dan Plt Camat Siantar Timur, Junaedi Sitanggang.

Anehnya, ketika Andi Siahaan diadukan Junaedi Sitanggang ke Polresta, terkait perbuatan membuat perasaan tidak senang dam memaksa masuk ke ruangan, penyidik dengan cepat menetapkan wartawan Trans TV itu sebagai tersangka, dengan waktu tak sampai satu pekan.

Begitu juga dengan perkara menghalangi tugas wartawan Siantar 24 Jam, Fredy Siahaan. Dalam perkara ini, Freddy menuding Yusuf Simanjuntak alias Ladon sebagai pelakunya. Namun sampai saat ini, Ladon yang dikenal dekat dengan "penguasa Siantar", masih terlihat bebas berkeliaran.

Parahnya lagi, kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oknum petugas Polres Simalungun berinisial JK, terhadap Hendro yang juga wartawan Siantar 24 Jam, belum terungkap.

Melihat kasus-kasus yang dialami sejumlah wartawan itu, Koordinator pembentukan AJI Pematangsiantar, Tigor Munthe mendesak lembaga pemerintahan, TNI/Polri, dan masyarakat supaya menyetop kekerasan terhadap wartawan.

Minta Penganiaya Wartawan Ditangkap, AJI Demo PN dan Polresta Siantar


Demo wartawan di Polresta Siantar
PEMATANGSIANTAR (EKSPOSnews): Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Kota Pematangsiantar bersama AJI Kota Medan, dan sejumlah wartawan lainnya menggelar aksi unjuk rasa (demo) di Polresta Pematangsiantar dan Pengadilan Negeri (PN) Simalungun,Jumat (12/3).

Demo digelar, terkait mempertanyakan pelaku kasus penganiayaan Wartawan Medan Bisnis, Samsudin Harahap, dan tindakan pegawai PN Simalungun menghalangi tugas jurnalis yang dialami Wartawan TV One, Daud Sihotang.

Saat melakukan aksi damai, AJI dengan tegas meminta penyidik Polresta untuk menangkap dan menahan 2 tersangka penganiaya wartawan, Samsudin Harahap.

Ketua AJI Persiapan Kota Pematangsiantar, Tigor Munthe mengaku prihatin terhadap penanganan berbagai kasus penganiayaan terhadap pers di Polresta Pematangsiantar. Untuk itu, Tigor menghimbau penyidik profesional dalam menjalankan tugasnya, arena banyak kasus pers yang belum dituntaskan oleh penyidik.

“Penganiayaan dan pengancaman terhadap pers, merupakan bentuk pembungkaman terhadap upaya penegakan demokrasi,” ujarnya.

Untuk itu, AJI mendesak penyidik Polresta Pematangsiantar, untuk menangkap dan menahan tersangka penganiaya wartawan, Samsudin Harahap, yakni Zulpan Simbolon dan Petri Wanto Gultom . Apalagi, kedua tersangka sudah sempat dinyatakan DPO (buronan).

Sementara itu, Samsudin Harahap dalam orasinya mempertanyakan alasan tidak ditahannya kedua pelaku penganiayaan terhadap dirinya. Dikatakanya, hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran atas keselamatanya, karena dua pelaku masih bebas berkeliaran, sedangkan pelaku lainnya, Rudi Lubis telah divonis Pengadilan Negeri (PN) setempat.

Menyikapi aspirasi AJI Persiapan Kota Pematangsiantar, Waka Polresta, Kompol Endriko S Silalahi mengatakan, proses penegakan hukum terhadap kedua tersangka akan ditindaklanjuti. Karena menurutnya, kekerasan terhadap siapapun tidak dapat ditolerir, termasuk terhadap wartawan.

Waka Polresta juga meminta pihaknya diberikan waktu, sehingga aspirasi yang disampaikan para insan pers daapt terlaksana.

Selanjutnya, puluhan jurnalis asal Medan, Pematangsiantar dan Simalungun, mendatangi kantor PN Simalungun di Jalan Asahan, sebagai bentuk protes atas adanya tindakan menghalangi tugas jurnalis, saat meliput di gedung PN Simalungun.

Dalam orasinya, para wartawan menyesalkan terjadinya peristiwa yang dialami Daud Sitohang, dan meminta PN Simalungun menindak tegas oknum pegawai yang melakukan “kekerasan” terhadap jurnalis. Karena oknum pegawai itu, selain menghalangi, sempat juga hendak merampas kamera handycam yang digunakan Daud Sitohang untuk liputan.

Ketua AJI Kota Medan, Rika Suardiningsi saat berorasi menyampaikan rasa kekesalannya terhadap oknum yang menghalangi tugas jurnalis.“Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan, atas tugas tugas jurnalistik yang terkesan di kriminalisasikan,” ujarnya.

Menurutnya, saat mencari informasi, setiap jurnalis dilindungi oleh undang undang. Dalam hal ini UU Nomor 40 Tahun 1999, tentang pers. Karena itu, Rika meminta lembaga peradilan dan penegakan hukum, agar lebih mengedepankan undang undang pokok pers, untuk menyelesaikan persoalan pers atau jurnalis.

Ditegaskan Ketua AJI Kota Medan, berdasarkan undang undang pokok pers, setiap jurnalis memiliki hak untuk mencari informasi.

Usai berorasi, Humas PN Simalungun, Irwansyah Sitorus mengajak perwakilan AJI Medan dan AJI Persiapan Kota Pematangsiantar untuk berdialog di salah satu ruangan di gedung PN Simalungun. Saat berdialog, PN Simalungun diwakili Atok Dwinogroho dan Irwansyah Sitorus SH. Sedangkan dari pihak pengunjukrasa diwakilkan Rika Suardiningsi, Eti, Hendrik Sitinjak, Tigor Munthe, Samsudin Harahap, Jansen Siahaan, Gunawan Purba dan Daud Sitohang.

Saat dialog berlangsung, sempat terjadi beda pendapat tentang kronologis peristiwa yang dialami Daud Sitohang. Meski demikian, akhirnya pihak PN Simalungun melalui Atok Dwinugroho menyampaikan permohonan maaf kepada Daud Sitohang dan jurnalis, atas peristiwa yang membuat jurnalis tersinggung.

Pada pertemuan itu, disepakati juga, PN Simalungun akan lebih terbuka lagi terhadap wartawan yang hendak melakukan tugas liputan. Maksudnya, wartawan tidak lagi harus mendapat izin untuk meliput proses persidangan, melainkan cukup dengan pemberitahuan. Kemudian, PN Simalungun akan melakukan pembinaan terhadap oknum pegawai yang sempat menghalangi tugas jurnalis.(jansen)

AJI Tuntut Perlakuan Penganiayaan Wartawan Ditahan

Sabtu, 13 Maret 2010
SIANTAR-METRO; Puluhan perkerja media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Kota Pematangsiantar bersama AJI Kota Medan, Jumat (12/3) berunjuk rasa di Mapolresta Pematangsiantar dan Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Demo terkait tindakan Mapolresta yang tidak menahan pelaku penganiaya oknum wartawan, dan adanya oknum pegawai PN Simalungun yang menghalangi tugas wartawan TV One, Daud Sitohang.

Pada aksi demo itu, sejumlah orator yang juga terdiri dari kalangan jurnalis, menyesalkan terjadinya peristiwa yang dialami Daud Sitohang. Oleh seorang orator meminta PN Simalungun menindak tegas oknum pegawai pelaku "kekerasan" terhadap jurnalis. Karena oknum pegawai itu, selain menghalangi, sempat pula hendak merampas kamera handycam yang digunakan Daud Sitohang untuk liputan.

Ketua AJI Kota Medan, Rika Suardiningsi dalam orasinya mangatakan saat mencari informasi, seorang jurnalis dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers. Karena itu, Rika meminta lembaga peradilan dan penegakan hukum, agar menyelesaikan persoalan pers atau jurnalis.

Humas PN Simalungun, Irwansyah Sitorus SH mengajak perwakilan AJI Medan dan AJI Persiapan Kota Pematangsiantar untuk berdialog dengan Ketua PN Simalungun diwakili Atok Dwinogroho dan Irwansyah Sitorus SH di salah satu ruangan. Saat dialog dari pihak pengunjukrasa diwakilkan Rika Suardiningsi, Eti, Hendrik Sitinjak SH, Tigor Munthe, Samsudin Harahap, Jansen Siahaan, Gunawan Purba dan Daud Sitohang.

Saat dialog berlangsung, sempat terjadi beda pendapat tentang kronologis peristiwa yang dialami Daud Sitohang. Meski demikian, akhirnya pihak PN Simalungun melalui Atok Dwinugroho SH menyampaikan permohonan maaf kepada Daud Sitohang dan jurnalis.

"Wartawan tidak lagi harus mendapat izin untuk meliput proses persidangan, melainkan cukup dengan pemberitahuan. PN Simalungun akan melakukan pembinaan terhadap oknum pegawai yang sempat menghalangi tugas jurnalis," ujarnya.

Sebelumnya, rombongan pengunjuk rasa terlebih menggelar aksi demo di Mapolresta Pematangsiantar. Koorditor aksi, Jansen Siahaan, AJI dengan tegas meminta penyidik Polresta untuk menangkap dan menahan 2 tersangka penganiaya wartawan, Samsudin Harahap.

Ketua AJI Persiapan Kota Pematangsiantar, Tigor Munthe mengaku prihatin terhadap penanganan kasus pers di Polresta Pematangsiantar. Untuk itu, dia mengimbau penyidik agar profesional menjalankan tugasnya. Dikatakanya, penganiayaan dan pengancaman terhadap pers merupakan bentuk pembungkaman terhadap upaya penegakan demokrasi.

Dalam aksi itu, mereka ditanggapi Waka Polresta, Kompol Endriko Silalahi yang mengatakan, proses penegakan hukum terhadap kedua tersangka akan ditindaklanjuti. Karena kekerasan terhadap siapapun tidak dapat ditolerir, termasuk terhadap wartawan. (mag-12)