16 Oktober 2008

Horor Pungli Honorer

Oleh Tigor Munthe

Bisa jadi Pemda, katakanlah Pemko Siantar dan Pemkab Simalungun saat ini merupakan zona horor untuk warga yang tidak berduit, dalam perebutan lahan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2008. Ada keseraman yang tampil terampil dalam pola pungutan-pungutan yang mendirikan bulu kuduk, sebab menebarkan tanduk-tanduk yang besar dan runcing.

Aroma hitam berbau busuk, bergeliat manakala sajian rekrutmen CPNS 2008 menggelontor memberi peluang kepada generasi bangsa ini untuk ikut berbakti melalui jubah coklat dan hijau tua. Aroma itu sesungguhnya adalah cerita basi yang sudah berkali terjadi. Pungutan liar adalah sosok horor yang selalu menghantui warga, apalagi angka-angka yang mengguyur tidaklah ringan dan mudah diraih.

Tahun masa orde baru, orang masuk PNS memang bayar utuh. Itu maka hanya anak dan keturunan berduit dan berada-lah yang mampu menjadi PNS. Kini, kala zaman menggaungkan ruang kompetisi dalam segala hal dan aksi, ternyata tidak sepenuhnya terjadi. Toh, di sela semangat dan roh kompetisi, tetap tersaji praktek-praktek pungli.

Santer, media massa di Siantar Simalungun menggali dan menelusuri di awal Oktober 2008, terkuak beberan fakta dan informasi, Pemko Siantar dan Pemkab Simalungun berlaku tak ubahnya petugas lapangan, menebar aksi pungli terhadap para tenaga honorer yang terbuai dan kepingin lewat untuk menuju serta menjadi CPNS 2008.

Tidak tanggung-tanggung, menurut estimasi salah satu koran lokal di Siantar Simalungun, Pemko dan Pemkab itu meraup laba alias “profit” hasil menarik uang dari ratusan tenaga honorer itu hingga mencapai Rp2 Milyar! Pemko setelah berkeringat kutip Rp405 Juta dan Pemkab setelah lembur mengutip, dapat Rp1,4 Milyar.

Hasil telusuran, dengar sana-dengar sini, setiap tenaga honorer dimintai uang Rp3,5-Rp5 Juta, untuk bisa namanya dikirim ke pemerintah atasan agar diikutkan dalam rekrutmen CPNS 2008. Dan lazimnya, ketika hal itu akan dipertanyakan kepada para pejabat yang berwenang, jawabnya mudah ditebak. Akan menolak mengiyakan dan menolak dituding melakukan kutipan. Mereka maunya, tahu sendiri tanpa perlu di tahu siapa-siapa.

Gejala memanfaatkan kepolosan para tenaga honorer, yang memang terus menggengam impian dan harapan kelak bisa sebagai PNS, sungguh dilakukan segelintir orang yang memang diyakini didukung sistem yang berada di sekitarnya. Rekrutmen CPNS setiap tahun tidak ubahnya lahan subur mendatangkan uang dalam limpahan wah, meraihnya tanpa harus berlelah di bawah guyuran hujan dan sengatan matahari.

Sialnya, perilaku itu datang dari para elit birokrasi yang bercokol dalam gelimang honor dan tunjangan berlebih. Sangat kontras dengan realitas para tenaga honorer yang rata-rata adalah anak atau keturunan keluarga yang tidak berkelas secara ekonomi, kalau tidak bisa disebut dari keluarga miskin. Meminjam bahasa Alinafiah Simbolon dari LSM Government Monitoring (GOMO), rata-rata tenaga honorer adalah dari kaum eknomi ngos-ngosan. Untuk bayar ongkos naik angkutan ke kantor barangkali, honornya juga tersedot habis, konon lagi membayar jutaan buat sogokan.

Uang Rp3,5 Juta bukanlah daun yang dikutip dari jalanan atau dari taman kota yang siapa saja bisa meraihnya. Uang “sekecil” itu, bisa saja diperas dari semua potensi yang ada : dipinjam dari tetangga atau rentenir dengan bunga mencekik, hasil jualan warisan atau membongkar tabungan orangtua yang sudah pensiun.

Misteri Honorer Siantar

Sekali lagi, rekrutmen CPNS 2008 bisa jadi adalah ladang empuk raih untung. Dicapai tanpa lelah keringat di bawah sengat matahari dan dirogoh tanpa menggigil di guyuran hujan deras. Cukup dengan buka tarif dan akses kekuasaan yang dibangun, semua bisa digapai. Jujur saja, praktek pungli dalam rekrutmen CPNS sejak awal sudah distarting praktek serupa kala rekrutmen tenaga honorer, terutama di Pemko Siantar.

Anggota DPRD Siantar Grace Christane via media massa lokal yang ada pernah sebut, untuk rekrutmen tenaga honorer Pemko juga sudah pasang angka. Dan itu dilakukan di kala pemerintah pusat sudah memberi sinyal pasti kepada seluruh daerah, bahwa sejak 2005 tidak ada lagi rekrutan tenaga honorer. Pemerintah tegaskan itu dengan PP Nomor 48 Tahun 2005.

Tapi dengan lihai dan cerdik, Pemko bisa saja pantang untuk hands-up, konon katanya untuk urusan merogoh duit dari jalur gelap. Pintu tenaga honorer tetap dibuka lebar-lebar, dan tentu tarif karcis untuk masuk juga dipasang. Modusnya , SK para tenaga honorer dibuat tanggal, bulan dan tahun mundur. Meski masa kerja rekrutan adalah 2006 ke atas. Benar tidaknya, memang harus dibuktikan kendati itu bisa dirasakan semua mata di daerah ini.

Lalu, berapa ril-nya honorer di Pemko Siantar? Ini juga dalam rangka menghitung angka yang masuk ke kantong pribadi elit kekuasaan dalam soal keruk-mengkeruk duit, selain angka yang sudah diungkap belakangan ini. Atau juga menghitung seberapa besar nilai kejahatan di jalur ini? Entahlah. Tapi betul, jangankan warga kota, anggota DPRD saja tidak tahu persisnya, karena memang penuh misteri, cuma Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemko Siantar saja yang tahu.

Jika yang mau diberangkatkan ke CPNS sejak 2005 ada sekitar 1260 orang dengan rincian pada 2005 ada 451 orang, pada 2006 sebanyak 429 orang, dan 2007 sebanyak 130 orang. Terus tahun 2008 ini deg-degan 126 orang dan 2009 menunggu giliran diantar ke gerbang CPNS sebanyak 124 orang.

Tapi tunggu dulu, itu yang katanya sudah masuk data base. Lalu yang belum masuk ke entah data base yang mana, masih menunggu di seputaran kursi-kursi mimpi yang bertebaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Banyak lagi, bahkan ratusan atau ribuan menurut sejumlah kalangan. Lho, itu mau dikemanakan lagi?

Apa yang berlaku di Pemko Siantar memang cukup menakjubkan. Terjadi praktek booming tenaga honorer yang konon alokasinya masih harus digugat mau dikemanakan. Tapi inti dari semua itu, selain harus pelongo dengan realita angka dan mau kemana, tapi juga patut diperangahkan, berapa duit lahir dari setiap SK yang muncul dari rahim ilegal itu? Ah, hendaknya ini juga dihitung ulang. Kerukannya ternyata bisa jadi lebih dahsyat! (Penulis adalah Jurnalis di Siantar Simalungun)






Tidak ada komentar: