25 April 2009

Kabag Humas Pemko Siantar Hambat Tugas Wartawan

Medan Bisnis-Siantar


Acara syukuran Kadis Pendidikan dan Pengajaran Kota Siantar, Drs Sulung Sialagan, di Wisma Tama Jalan Sisingamangaraja Pematang Siantar, pekan lalu, ternyata berbuntut panjang. Kali ini bukan sebatas seputar rumor kampanye terselubung dalam acara tersebut, melainkan keberatan pihak Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan kota itu yang menilai kabag humas pemko setempat, Julham Situmorang, menghambat tugas wartawan yang hendak melakukan peliputan.

Tak tanggung, Ketua AJI Persiapan Kota Siantar, Tigor Munthe, mendesak aparat kepolisian segera memanggil dan memeriksa Julham dan seorang warga sipil, Yusuf Simanjuntak alias Ladon, yang ikut menghalangi tugas wartawan. Apalagi, dua korbannya telah mengadukan kasus tersebut ke Mapolresta Pematang Siantar.
“Kontributor Trans TV, Andi Siahaan dan wartawan harian Metro 24 Jam, Fredy Siahaan, dihalangi Julham dan Ladon saat hendak meliput kegiatan yang diisukan dijadikan ajang kampanye terselubung Walikota RE Siahaan,” tegasnya, beberapa waktu lalu di Siantar.

Tigor menilai, aksi penghadangan tugas jurnalis itu telah melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yakni pasal 4 ayat 2 yang berbunyi: “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,” serta ayat 3 berbunyi: “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Akibat pelanggaran tersebut, keduanya bisa diancam pidana penjara maksimal dua tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000, sesuai pasal 18 ayat 1 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pihaknya menanti respon dan tindakan aparat kepolisian dalam menuntaskan kasus tersebut, sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Sekadar mengingatkan, akhir pekan lalu kedua korban membuat pengaduan resmi secara terpisah atas adanya upaya menghalangi tugas jurnalis pada Kamis (2/2) di Wisma Tama. Keduanya melakukan peliputan karena mendengar adanya informasi kampanye terselubung yang diduga dilakukan Kadis Dikjar Siantar karena mengarahkan para peserta, terdiri dari kepala sekolah dan PNS untuk memilih Partai Demokrat dalam Pemilu 2009. Pertemuan ini juga dihadiri Walikota Ir RE Siahaan, yang juga sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Pematang Siantar. (medanbisnis/udin)

Bah, Cuma 6 Korsinya?

Oleh : Tigor Munthe

Pemilu Legislatif 2009 sudah memasuki tahapan rekapitulasi penghitungan suara dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Di Kota Siantar, meski tahapan ini sedikit terseok, diwarnai protes dan keributan ketika proses berlangsung di kantor KPU Kota Siantar Jalan Porsea, hampir bisa dipastikan akan tuntas. Selanjutnya KPU akan melakukan tahapan lanjutan termasuk berupa penetapan perolehan suara dan kursi partai politik peserta Pemilu 2009 di Kota Siantar
Kendati belum masuk ke fase itu, namun perolehan suara dan kursi masing-masing partai politik yang kemudian diproyeksikan menduduki Parlemen Siantar lima tahun ke depan sudah tergambar dengan jelas.

Sejumlah partai politik ‘besar’ di Kota Siantar mendominasi kursi-kursi yang akan diduduki para figure calon legislative mereka, diantaranya Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Amanah Nasional (PAN).

Partai Demokrat hampir pasti meloloskan enam caleg-nya, yakni 2 orang dari daerah pemilihan satu yang meliputi Siantar Marihat, Siantar Selatan dan Siantar Timur, lalu 3 orang dari daerah pemilihan dua meliputi Siantar Barat dan Siantar Utara, dan terakhir 1 orang dari daerah pemilihan tiga meliputi Siantar Martoba dan Siantar Sitalasari.

PDIP dan PAN, masing-masing meraih 3 kursi. Kedua partai itu mengutus masing-masing 1 orang dari tiga daerah pemilihan yang ada. Sementara Partai Golkar hanya mendapat dua kursi yakni di daerah pemilihan satu dan dua.

Partai berbasis agama, PDS dan PKS masing-masing kebagian dua kursi. Pendatang baru Partai Pemuda Indonesia (PPI) dan Partai Hanura sukses masing-masing mendulang dua kursi. Selanjutnya, Partai PIB, PPRN, Partai Buruh, Partai Persatuan Daerah (PPD), PMB, PBR, Partai Patriot Pancasila, dan PNBK mencaplok satu kursi.

Melihat kondisi itu, ada beberapa hal yang menarik yakni rontoknya beberapa ‘partai politik besar’ di Kota Siantar. PDIP misalnya, jika Pemilu 2004 partai pimpinan Lingga Napitupulu ini meraih 6 kursi, maka kali ini moncong putih kehilangan kursi sebanyak 50 persen.

Ada dugaan, suara partai ini tergerus oleh kadernya yang pindah partai dan bertarung di tiga daerah pemilihan yang ada. Hulman Sitorus (PPI) dan Muktar Tarigan (PBR) di daerah pemilihan satu, Alosius Sihite (PPI) di daerah pemilihan dua dan Daud Simanjuntak (PPIB) di daerah pemilihan tiga.

Terus, Partai Golkar jika Pemilu 2004 masih mampu meraih 3 kursi, kali ini kursi mereka hilang dari daerah pemilihan tiga. PDS, bernasib sama yakni hanya mampu mempertahankan dua dari tiga kursi yang mereka raih Pemilu 2004. Yang unik, dua kader partai yang duduk merupakan istri dan putra dari seorang Tuan Takur alias T Sidabalok, Ketua Bapilu PDS Kota Siantar. PDS kehilangan kursi dari daerah pemilihan tiga.

Sedangkan PAN ‘jalan di tempat’, raihan kali ini sama dengan Pemilu 2004 silam yakni tiga kursi. Diketahui, ketua DPD PAN Kota Siantar adalah Wakil Walikota Imal Raya Harahap.

Yang paling tragis adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pemilu 2004 mendapat 2 kursi, bahkan salah satu kadernya menjadi unsur pimpinan yakni wakil ketua DPRD, maka Pemilu 2009 partai kabah ini tidak kebagian kursi sama sekali.

Patut pula dicatat, berdasarkan hitungan suara yang diraih figur, dari tiga puluh calon anggota DPRD Siantar produk Pemilu 2009, akan ada enam orang wajah ‘lama’ duduk yakni, Saut Simanjuntak yang sebelumnya duduk dari Partai Demokrat, meski sempat seret, bisa mendarat pakai kendaraan Partai Hanura, Zainal Purba dan Aulul Imran dari PAN, Ronald Tampubolon dari Partai Patriot Pancasila, Alosius Sihite dari PPI, dan terakhir Josmar Simanjuntak dari Golkar.

Josmar sendiri jika duduk maka dirinya memasuki fase ketiga kali menjadi anggota dewan. Sebelumnya dia duduk dari Pemilu 1999, masuk di tengah jalan hasil Pemilu 2004 dan yang ketiga ini Pemilu 2009.

Cuma Segitunya?

Dari semua catatan dan data yang terpapar hasil pesta demokrasi di Kota Siantar, yang paling menarik disimak betul adalah raihan Partai Demokrat Kota Siantar. Meski ada pertambahan satu kursi yakni menjadi enam dari lima yang diperoleh pada Pemilu 2004 silam, hal itu kemudian menjadi sorotan karena capaiannya tidak signifikan.

Mengapa begitu? Karena ada perbedaan yang sangat mencolok antara Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Siapapun tahu jika Pemilu 2004 lalu, ketika itu Demokrat di bawah kendali Saut Simanjuntak Cs sebagai partai yang baru pertama kali ikut bertarung dalam pemilu, mampu meraih lima kursi. Capaian itu terbilang fantastis dan mengejutkan peta politik Kota Siantar, di tengah infrastruktur partai yang belum begitu terbangun secara kuat dan kokoh.

Tapi bandingkan dengan kondisi Pemilu 2009, dimana Ketua DPC Partai Demokrat Kota Siantar adalah Ir RE Siahaan yang juga Walikota Siantar (incumbent). Di tengah logistik yang melimpah dan dukungan infrastruktur yang lebih siap serta sokongan citra elit pusatnya dalam hal ini SBY sebagai Ketua Dewan Pembina yang juga Presiden RI sangat dominan dalam pentas politik nasional bahkan sangat kuat dalam penerimaan masyarakat, partai ini di Kota Siantar cuma mengenyam enam kursi!

Apalagi, sudah menjadi rahasia umum, ‘segala cara’ dipergunakan oleh RE Siahaan dalam memenangkan partai ini. Sebutlah, bagaimana dia mengorganisir perangkat daerah yang berada di bawah komandonya seperti Kepala RT/RW, LPM, Lurah bahkan jajaran PNS yang kebetulan pula diutak-atik melalui penerapan Peraturan Walikota (Perwa) sebagai aplikasi PP 41 Tahun 2007 tentang Sturktur Organsisasi Daerah, dimana kemudian para PNS itu menduduki jabatan selain faktor transaksi laiknya sebuah pasar, juga dipakai sebagai semacam Tim Sukses atau TS siluman yang ikut bergerak mengegolkan ambisi ‘bosnya’.

Itu adalah rahasia umum! Ingat ulah Kadis Dikjar Surung Siallagan. Tidak lama habis dilantik, dia dengan enaknya mengajak para bawahannya yakni para kepala sekolah berkumpul di lokasi Wisma Tama, dengan dalih merayakan pengangkatanya sebagai kadis baru. Namun di lokasi itu dia malah ‘berkampanye’ mengajak agar para anak buahnya yang nota bene PNS membirukan (Partai Demokrat-red) Kota Siantar. Gambaran jika pejabat daerah ikut mengayun mesin memenangkan partai bos-nya terwakili dari perilaku Surung Siallagan, dasar nekad!

Tidak cuma itu, sejumlah program nasional yang memang dicurigai sebagai ajang kampanye terselubung incumbent menjelang Pemilu 2009, dikucurkan. Tengoklah, pemberian beras miskin atau raskin dan bantuan PNPM di kecamatan dan kelurahan, dimana itu kemudian ‘dimanfaatkan’ oleh awak partai bintang lima ini menggunakannya sebagai ajang mendulang simpati meraih kursi.

Tapi apakah itu terbukti ampuh dan sakti? Salah seorang rekan wartawan senior di Kota Siantar, Moris Rajagukguk mencibir, “Ah, satunya tambah dari 5 jumlah korsi pemilu lalu. Padahal semua potensi dan energi dikerahkan habis-habisan. Bah, cuma 6 korsinya. Hanya segitunya?!?”

(Penulis adalah Jurnalis Politik Siantar Simalungun)